TNBK Sebagai Ekosistem Rangkong Terbanyak di Indonesia
Slah satu jenis burung Rangkong atau Enggang. |
PUTUSSIBAU, Uncak.com - Burung Enggang atau biasanya disebut Rangkong (Hornbill) adalah sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk lembu tetapi tanpa lingkaran, kadang kala dengan khas pada bagian atas mandibel yang masuk dalam keluarga Bucerotidae, yang biasanya paruhnya berwarna garang.
Keanekaragaman Burung Rangkong di Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara lain. Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki jenis Burung Rangkong. Dari 57 spesies Burung Rangkong yang terdapat di seluruh dunia, 13 diantaranya terdapat di Indonesia. Ketiga belas jenis Enggang di Indonesia tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Sumba dan Papua.
Menurut Yokyok Hadiprakarsa Indonesia Hornbill Conservation Society (IHCS) dari 13 spesies Burung Rangkong di Indonesia, 8 spesies di antaranya ada di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) Kabupaten Kapuas Hulu, yang merupakan terbanyak di Indonesia.
Adapun jenisnya antara lain Enggang Jambul (Berenicornis comatus), Julang Jambul Hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), Julang Emas (Rhyticeros undulatus), Enggang Klihingan (Anorrhinus galeritus), Kangkareng Perut Putih (Anthracoceros albirostris), Kangkareng Hitam (Anthracoceros malayanus), Rangkong Cula (Buceros rhinoceros) dan Rangkong Gading (Rhinoplax vigil).
Keanekaragaman Burung Enggang di TNBK sangat tinggi dikarenakan di kawasan ini hutannya masih alami dan banyak tersedia pakan, baik jenis maupun jumlahnya. Burung ini merupakan pemakan buah dan sangat menggemari buah Ara (Ficus sp.) dan Palem dan sesekali binatang- binatang kecil seperti kadal, kelelawar, Tupai, tikus, ular dan berbagai jenis serangga.
Pada awal Triwulan II tahun 2017 Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) melakukan monitoring Burung Enggang di TNBK. Dari hasil monitoring dapat disimpulkan pada Sub DAS Mendalam banyak dijumpai Kangkareng Perut Putih (Anthracoceros albirostris) sedangkan di Sub DAS Sibau, Kapuas Hulu banyak dijumpai Rangkong Cula (Buceros rhinoceros), Kangkareng Perut Putih (Anthracoceros albirostris) memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil. Sedangkan karakter Rangkong Cula (Buceros rhinoceros) memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan jenis lain dan memiliki perilaku sosial yang lebih agresif.
Ciri khas Burung Enggang lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan suara “calling”, seperti yang dipunyai Rangkong Cula (Buceros rhinoceros) suaranya dapat terdengar hingga radius 3 Km. Dengan ciri khas yang dimiliki, sehingga mayarakat lokal Kapuas Hulu menjadikan Burung Enggang sebagai simbol kesetiaan dan kemandirian, ada pula yang menyebut penjelmaan dari panglima burung, yang berwujud gaib dan hanya akan hadir saat perang.
Sedangkan pemanfaatan oleh masyarakat lokal untuk kegiatan budaya, ketika burung sudah ditemukan dalam keadaan mati maka kepala dan bulu dimanfaatkan oleh masyarakat suku dayak sebagai hiasan dan acara adat. Mengingat kunikan, kekhasan dan untuk menjaga tetap lestarinya Burung Enggang pada tahun 2012 Bupati Kapuas Hulu mengeluarkan Surat Edaran Bupati Tentang Pelarangan Perburuan Enggang.
Sedangkan menurut Sarwono, S.Hut selaku Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan BBTNBKDS, upaya-upaya konservasi yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum adalah Monitoring, Kampanye dan mengusulkan kegiatan Rangkong Protection Unit bekerjasama dengan Yayasan Rangkong Indonesia.
Selain itu peran LSM, KSM, Tokoh masyarakat diharapkan ikut andil dalam menjaga kelestarian Burung Enggang. Melestarikan Hutan sama dengan melestarikan Burung Enggang dan budaya Suku Dayak, pungkas Sarwono, Jum’at (23/6/17). [Noto/Red]
Tidak ada komentar