Revisi Zonasi Bukti Keberpihakan Taman Nasional Terhadap Pembangunan
Suasana pada acara Konsultasi Publik Revisi Zonasi TNBK. |
Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (Bentarum), Arief Mahmud, saat memberikan sambutannya pada acara Konsultasi Publik Revisi Zonasi Taman Nasional Betung Kerihun di Putussibau, Kamis (22/2/18).
Menurut Arief, Taman Nasional juga memberikan dukungan bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) untuk membuka akses masyarakat dengan membangun jalan paralel perbatasan yang melewati kawasan TNBK.
Hal ini juga untuk menjawab kritikan dan klaim beberapa kelompok masyarakat yang disematkan kepada Balai Besar TN Betung Kerihun dan Danau sentarum (TaNa Bentarum), bahwa TN tidak mendukung pembangunan masyarakat yang bermukim dalam kawasan.
“Selama ini ada kesan TN anti pembangunan dan tidak berpihak pada masyarakat, salah satunya terkait pembangunan jalan dari Nanga Erak - Kaltim, padahal dalam PP 28, hal itu dimungkinkan,” tuturnya.
Arief menambahkan, bahwa pernyataan yang menyudutkan TN tersebut membuat hubungan antara TN dengan masyarakat yang dahulunya baik menjadi renggang.
"TaNa Bentarum melakukan konsultasi publik terkait revisi zonasi khususnya di kawasan TNBK dengan mengundang para pihak yang berkepentingan diantaranya NGO, Kepala Desa sekitar TN, Tokoh Masyarakat, pemerintah Daerah, DPRD serta akademisi," ujar Arief.
Sebagaimana diketahui lanjut Arief, Kementerian Pertahanan mengajukan pembangunan Jalan Inspeksi Patroli Perbatasan (JIPP) kepada Kementerian LHK yang mengambil zona inti kawasan TNBK di bagian Utara sepanjang 312 km memanjang dari Barat ke Timur.
"Selain itu juga dibangun Jalan Paralel Perbatasan Indonesia-Malaysia yang juga melewati kawasan TNBK di ujung Timur tepatnya di ruas Nanga Erak-Kalimantan Timur," ujarnya.
Dijelaskan Arief, pembangunan jalan tersebut sepenuhnya dikerjakan oleh Kementerian PUPR dan mendapat dukungan penuh dari KLHK sebagai wujud implementasi Nawacita Presiden Jokowi utamanya nawacita ke-3 yakni membangun dari daerah perbatasan.
“Ada kebutuhan untuk menjaga NKRI ada juga kebutuhan pengembangan wilayah misalnya pembangunan jalan paralel perbatasan juga dinamika pembangunan masyarakat dan wisata sehingga kami merasa perlu merevisi zonasi,” jelas Arief.
Arief mencontohkan, bahwa secara sederhana zonasi seperti membagi rumah ke dalam ruang-ruang yang diperuntukkan sesuai kegunaannya.
Pada kesempatan tersebut, Arief menyinggung demo yang dilakukan sejumlah masyarakat yang menolak kehadiran TNDS di Danau Sentarum akibat penangkapan sejumlah orang yang kedapatan menebang kayu di dalam kawasan TNDS. Orang nomor satu di TaNa Bentarum ini meminta masyarakat melihatnya secara jernih. Balai Besar TaNa Bentarum tidak pernah menangkap masyarakat yang mengambil kayu di dalam kawasan apabila hal itu untuk kebutuhan masyarakat setempat.
“Selama hampir puluhan tahun, tidak pernah kita menangkap masyarakat yang menggunakan kayu untuk membangun rumahnya, tapi yang kita tindak adalah oknum yang melakukan bisnis kayu” tegas Arief.
Masyarakat menurutnya akan menjaga kawasan hutan dengan baik apabila diberikan kewenangan pengelolaan. Dia juga berharap masyarakat tidak termakan isu-isu yang justru akan merugikan mereka sendiri dikemudian hari.
”Saya yakin dan percaya, jika masyarakat diberi kewenangan, pastinya akan arif dan bijaksana, berladang sepanjang di zona tradisional itu tidak dilarang, mari kita lihat secara jernih hal-hal yang terjadi di masyarakat dan tidak mudah terprovokasi,” harapnya.
Adapun yang hadir dalam acara tersebut diantaranya yakni konsultasi publik perwakilan dari Direktorat Penguatan Pertahanan Kementerian Pertahanan, Balai Besar Pembangunan Jalan Wilayah IX Kalimantan, Lembaga swadaya Masyarakat (WWF, AMAN, Forclime), KPH Utara dan Timur, DPRD Kabupaten Kapuas Hulu dan seluruh Kades di TNBK.
[Red]
Editor: [Noto]
Tidak ada komentar