Recent comments

  • Breaking News

    Banyak Kursi Kosong Pada Dialog Sejarah Petikah di Putussibau

    Suasana saat dialog tentang tragedi sejarah Petikah. Tampak banyak bangku kosong.
    KAPUAS HULU, Uncak.com - Penggagas sejarah Petikah Paulus Alexander, S.Pd.K, menggelar dialog tentang tragedi sejarah Petikah peninggalan penjajahan Jepang, tahun 1942-1945 silam, yang diduga terjadi di Desa Nanga Dua, Kecamatan Bunut Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada masa lalu. Dialog itu bertempat di Hotel Merpati, Jalan K.S Tubun, Putussibau, Kamis (22/11/2018) sore.

    Hadir dalam dialog itu, Ketua DPRD Kabupaten Kapuas Hulu Rajuliansyah, S.Pd, anggota DPRD Kapuas Hulu Fabianus Kasim, perwakilan Pengadilan Negeri Kapuas Hulu, I. Putu Sudiarta, perwakilan Polres Kapuas Hulu, beberapa tokoh adat dan beberapa Kepala Desa di Kecamatan Mentebah, serta beberapa undangan lainnya.

    Miris, ratusan undangan yang disebarkan, tapi yang hadir hanya sekitar 20an orang saja.
    Dalam dialog tersebut, Paulus Alexander sangat menyayangkan karena dari ratusan undangan yang disebarkan, tapi hanya beberapa orang saja yang hadir, sehingga tampak banyak kursi kosong karena tidak dihadiri undangan.

    Namun, meski dihadiri hanya beberapa orang saja, dialog tersebut tetap dilanjutkan.

    Dalam dialog itu, Paulus Alexander menegaskan kepada seluruh elemen yang hadir, agar menggali tragedi sejarah yang diduga adanya pembantaian secara massal itu untuk diangkat ke permukaan dengan tuntas.

    "Sejarah Petikah ini sudah tidak asing lagi, namun banyak yang belum mengetahui terkait di mana sejarah itu terjadi," katanya.

    Dijelaskannya, Petikah merupakan sejarah yang terlupakan, dimana di sana telah terjadi pusat kerja paksa, penyiksaan, pembunuhan dan perbudakan sex.

    "Sisa -sisa peninggalan sejarah sampai saat ini masih ada, untuk itu perlu dikaji agar sejarah ini tidak terlupakan," terangnya.

    Lebih lanjut Alex mengatakan, pihaknya, menuntut dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Jepang yang terjadi selama 3 tahun. Oleh sebab itu, dirinya bersikeras memperjuangkan untuk mengangkat sejarah Petikah tersebut ke permukaan, meski menggunakan dana pribadi.

    "Perlu diketahui , Petikah ini bukan dongeng tapi fakta yang harus digali," ungkapnya.

    Untuk menggali sejarah itu lanjut Alex, dibutuhkan campur tangan dari semua pihak, khususnya masyarakat Kapuas Hulu, terutama pemerintah daerah.

    "Saya berharap, seluruh stake holder mau peduli untuk menggali tragedi Petikah Ini, agar dapat terungkap ke permukaan, sehingga menjadi sejarah yang tak terlupakan," harap Alex.

    Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Kapuas Hulu, Rajuliansyah, S.Pd, sangat mengapresiasi Paulus Alexander, Dimana telah rela berkorban waktu, tenaga, bahkan finansial demi memperjuangkan tragedi Petikah tersebut, agar diakui menjadi sejarah seperti halnya tragedi sejarah yang terjadi di Mandor, Kabupaten Landak, Kalbar.

    Dimana menurut Rajuliansyah, Warga yang baik adalah mereka yang bisa menghargai sejarah.

    "Di dalam sejarah itu terdapat pengorbanan orang terdahulu yang harus kita hargai,"katanya.

    Rajuliansyah memaparkan, bagaimana sulitnya perjuangan orang terdahulu dalam merebut kemerdekaan dengan tetesan darah dan mengorbankan harta, jiwa serta raga mereka.

    "Mereka melawan penjajah hanya dengan menggunakan bambu runcing," paparnya.

    Rajuliansyah mendorong agar sejarah tersebut terus digali, sehingga pengorbanan orang terdahulu dihargai.

    "Jangan putus asa dalam memperjuangkan sejarah Petikah," pungkasnya dengan Tegas.

    Dalam dialog tersebut, beberapa tokoh adat dan tokoh masyarakat dari Kecamatan Kalis dan Mentebah, membenarkan bahwa adanya tragedi pembantaian di Petikah yang dilakukan oleh Jepang pada masa itu.

    Dimana mereka juga menuntut hal yang sama agar tragedi kelam Petikah tersebut dapat dijadikan sejarah seperti tragedi yang terjadi di Mandor.
    [Noto].

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad