Cornelis: Demi Masyarakat, Perkampungan yang Masih Dalam Kawasan Hutan Lindung Harus Direkomendasikan BPN
Drs. Cornelis, MH, saat menjadi Narasumber dalam sosialisasi Program Strategis Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia. |
Drs. Cornelis, MH, bersama Bupati Landak, Karolin Margret Natasa, dalam acara sosialisasi Program Strategis Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia. |
Hadir dalam acara tersebut, diantaranya Kepala Bagian Pemerintahan dan Hubungan Antara Lembaga Biro Hubungan Masyarakat Kementrian ATR/BPN, Gubernur Kalimantan Barat, yang diwakili oleh Asisten III Sekda Provinsi Kalimantan Barat, Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran, Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat, Sekda Landak, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Landak, Kepala Dinas/Kepala Badan/Kepala Bagian di lingkungan Pemerintah Kabupaten Landak, Ketua DAD Landak dan diikuti oleh 65 peserta.
Adapun sosialisasi tersebut, menerapkan protokol kesehatan COVID-19 kerat, dimana seluruh peserta terlebih dahulu di-SWAB Antigen.
Pada kesempatan itu, Drs. Cornelis, MH mengatakan, bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bermitra kerja dengan Komisi II DPR RI dalam Sosialisasi Program Strategis Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia.
"Kementerian sebagai pelaksana dan DPR RI sebagai pengawas, pemangku kepentingan, kolaborasi dalam penyampaian informasi secara langsung ini, tentunya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai penerima manfaat dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan juga Reforma Agraria ini dan tentunya Komisi II DPR RI mendukung penuh Proyek Strategi Nasional Indonesia," ujar Cornelis.
Cornelis berharap kepada peserta dalam sosialisasi tersebut, harus lebih memiliki wawasan dan pengetahuan lebih untuk mensosialisasikan kembali kepada masyarakat luas tentang Pertanahan.
"Selain itu Saya juga masuk di Panja HGU, maka dari itu peserta kegiatan ini juga dihadiri oleh para pengusaha perkebunan, agar para pengusaha tidak beranggapan bahwa dengan izin lokasi itu hak tanah milik para pengusaha. Para pengusaha hanya bisa mengelola lokasi tersebut tidak untuk memiliki, tetapi berkewajiban untuk mengurus lokasi tersebut, contohnya jika lokasi tersebut terletak pada hutan lindung dan hutan produksi, para pengusaha tersebut harus mengurusnya ke Kementrian, jangan langsung di-plot oleh BPN izin lokasi tersebut menjadi HGU, karena lokasi dan izin perkebunan itu belum menjadi hak milik pengusaha," terang Cornelis.
Lebih lanjut Cornelis mengatakan, jauh sebelumnya, ada perkampungan yang masuk dalam komplek HGU, peran ATR/BPN lebih besar bagaimana untuk melihat tata ruang, misalkan perkampungan tersebut masih dalam kawasan hutan lindung atau hutan produksi.
"Dalam hal ini ATR/BPN yang memberikan rekomendasi untuk ketidaklayakan HGU, hutan lindung dan hutan produksi, karena dari aspek tata ruang, manusia yang telah menempati lokasi tersebut dari tahun ke tahun, bahkan ratusan tahun yang lalu mau dikemanakan. Harusnya ATR/BPN yang merekomendasikan tanah atau lokasi yang telah lama dikelola atau ditempati oleh masyarakat meskipun kawasan hutan lindung atau pun sebagainya disertifikatkan, hal ini dilakukan demi kesejahteraan masyarakat," tegas Cornelis.
Tidak lupa, Cornelis menyampaikan kepada masyarakat, bahwa saat ini juga diprogramkan sertifikat elektronik, yang telah diketahui akan menggantikan sertifikat yang manual menjadi sertifikat elektronik. Karenanya, Cornelis berpesan agar masyarakat tidak menyerahkan sertifikat yang manual atau sertifikat yang seperti biasanya kepada pihak yang mengaku-ngaku dari BPN atau instansi lainya. Sebab, lanjut Cornelis, hal seperti itu dapat merugikan masyarakat dan sertifikat yang lama atau yang manual disimpan baik-baik.
"Mengenai program sertifikat elektronik, Komisi II DPR RI belum menyetujui program tersebut, karena penduduk kita saja 290 juta jiwa dan data kita ada pada Negara luar, jadi hal inilah yang membuat Komisi II DPR RI belum menyetujui program tersebut. Namun, antara sertifikat manual dan sertifikat elektronik tetap kita tatar atau kaji kembali. Sebelum program Sertifikat elektronik ini berjalan, data sudah terkoneksi sangat ketat dan keamanan data tersebut sangat-sangat sudah aman," ungkap Cornelis. [Noto]
Tidak ada komentar