Dibeli 2022, Ferry Penyeberangan di Semitau Belum Beroperasi, Warga Bilang Tanpa Perencanaan yang Tepat dan Seakan Dipaksakan
Ferry penyeberangan di Semitau. |
Kapal Ferry penyeberangan tersebut dibeli oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu melalui BUMD PD Uncak Kapuas pada tahun 2022 lalu, dengan harga Rp4,7 miliar.
Kapal yang diberi nama Batoe Poedja itu, saat ini tambat di tepi sungai Kapuas, Desa Marsedan Raya, Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat.
Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, belum beroperasinya kapal Ferry tersebut dikarenakan belum memiliki lahan untuk pembangunan dermaga.
Atas belum beroperasinya kapal yang dibeli sejak tahun 2022 itu, warga masyarakat sekitar menganggap pembeliannya mubazir karena terlalu cepat padahal belum memiliki dermaga.
"Jangankan memiliki dermaga, lahan untuk membangun dermaga saja belum punya," ujar salah seorang warga Desa Marsedan Raya, yang enggan disebutkan namanya kepada media ini, Sabtu (20/05/2023).
Ia menyampaikan, pembelian Ferry Semitau tersebut seakan tanpa perencanaan yang tepat dan seolah dipaksakan. Seharusnya sebelum membeli Ferry tersebut, pemerintah daerah sudah mempersiapkan dermaganya terlebih dahulu.
“Ini kapalnya yang dibeli duluan, sehingga membuat Ferry tersebut hingga saat ini belum dioperasikan, yang tentunya akan mengalami penyusutan dan memerlukan perawatan,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang pemilik tanah untuk pembangunan jalan dermaga Ferry Semitau, Julkifli, mengatakan, dirinya masih menunggu kejelasan dari pihak PD Uncak Kapuas terkait pembelian lahannya.
“Sampai hari ini kita belum ada menerima pembayaran apa pun dari perusahaan untuk pembelian lahan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, bukan hanya tanah miliknya saja yang bakal terdampak untuk pembangunan dermaga Ferry penyeberangan tersebut, melainkan ada pula milik beberapa warga lainnya.
“Kami juga sudah pernah diminta sertifikat tanah, SKT, fotokopi KTP dan KK,” jelasnya.
Adapun untuk harga tanah, Jul mengatakan memang belum ditentukan berapa harganya, dimana pihak PD Uncak Kapuas meminta tawaran terlebih dahulu dari pemilik lahan.
“Awalnya saya patok harga Rp75 ribu per meter, namun karena tanah ini akan digunakan untuk jalan, maka saya kurangi menjadi Rp55 ribu per meter, dimana harga tersebut sudah tidak bisa ditawar lagi,” katanya.
Jul mengungkapkan tidak mempermasalahkan jika PD Uncak Kapuas membeli lahannya untuk pembangunan dermaga, bahkan dirinya mengaku bersyukur.
“Karena sudah hampir setahun saya menunggu proses ini, tapi tak kunjung selesai-selesai,” tuturnya.
Sedangkan untuk keberadaan kapal Ferry itu sendiri, Jul mengatakan masih berada di tepi Sungai Kapuas di Desa Marsedan Raya dan belum beroperasi sampai saat ini.
Di tempat terpisah, Camat Semitau, Pane Pasogit menyatakan, kapal Ferry penyeberangan tersebut bisa saja segera difungsikan sepanjang ada dermaganya.
"Sampai saat ini PD Uncak Kapuas masih terkendala pada peta bidang tanah, terakhir kemarin mereka sudah minta bantu kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kapuas Hulu, untuk mengukur tanah lokasi rencana pembangunan dermaga, dimana ukuran tersebut nantinya dipergunakan Appraisal, untuk menilai-nilai wajar/harga pasar atas tanah tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut disampaikan, dari informasi terakhir, PD Uncak Kapuas masih belum dapat print out peta bidang dimaksud. Menurutnya pentingnya diperlukan peta bidang hasil pengukuran BPN, supaya mendapatkan luasan yang tidak meragukan, gunanya nanti luasannya pasti.
"Tujuannya agar tidak ada selisih luasan antara saat transaksi pembayaran dengan hak yang akan diajukan kemudian atas nama PD Uncak Kapuas," paparnya.
Dijelaskannya, bahwa dirinya juga sudah menyarankan apabila dari kantor Pertanahan masih belum ada kabar, coba untuk melakukan komunikasi ke Appraisal, untuk menilai saja dulu berdasarkan ukuran sementara dari PD Uncak Kapuas, supaya proses dalam rangka pembebasan lahan tersebut tetap bisa berjalan, dimana apabila sudah keluar hasil penilaian, maka bisa dilaksanakan musyawarah negosiasi harga dengan pemilik lahan untuk kesepakatan dulu, terkait harga per meternya.
"Untuk pembayaran secara luasan keseluruhan tetap menunggu hasil pengukuran/Peta Bidang dari Kantor Pertanahan setempat, supaya ukuran antara yang dimusyawarahkan atau dibeli, sama dengan ukuran sertifikatnya nanti sehingga kalau ada pemeriksaan, tidak ada selisih antara ukuran yang dibayar dengan sertifikat," ungkap Camat Semitau. (Noto)
Tidak ada komentar