Telan Anggaran Ratusan Juta, TPS3R Sawai Lestari Tidak Berjalan Optimal
Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Sawai Lestari. |
Berdasarkan keterangan dari beberapa warga masyarakat sekitar, sejak selesai dibangun, bangunan tersebut tidak difungsikan (dikelola) secara rutin sehingga sebagian masyarakat tidak mengetahui kegunaan dari bangunan tersebut.
Selain itu, beberapa masyarakat sekitar juga mengeluhkan tempat berdirinya bangunan tersebut, dimana sangat dekat dengan permukiman warga dan didirikan di lokasi yang rawan banjir.
"Kalau seandainya bangunan ini merupakan tempat pengolahan sampah atau daur ulang sampah, maka kami menilainya tidak tepat karena dibangun dekat dengan permukiman warga sehingga akan berdampak pada polusi suara atau pencemaran suara yang ditimbulkan oleh bunyi atau suara mesin, dan juga polusi bau sehingga akan mengakibatkan ketidaknyamanan pada masyarakat sekitar," ujar salah seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya, baru-baru ini.
Tak hanya itu, warga lainnya juga mempertanyakan soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dalam pembangunan TPS3R tersebut, apakah AMDAL-nya sudah dikaji terlebih dahulu sebelum bangunan tersebut didirikan karena tempat tersebut juga rawan banjir.
"Tempat ini kan rawan banjir, sementara sampah yang dibuang oleh masyarakat, letak tong-nya berada di bawah, sehingga ketika terjadi banjir, maka sampah-sampah yang berada di dalam maupun di luar tong tersebut akan hanyut bersama air dan akan berserakan ke permukiman warga. Ini justru akan menambah masalah," keluh warga.
Kabid Pengendalian dan Pemeliharaan Lingkungan Hidup (P2LH), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kapuas Hulu, Sulastri, S.ST, M.A.P. |
"Setelah selesai dibangun, pengelolaan TPS3R tersebut langsung diserahkan ke pihak Kelurahan, kemudian pihak Kelurahan menyerahkannya kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sawai Lestari, dimana TPS3R dikelola oleh pihak KSM Sawai Lestari melalui DAK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga yang memiliki kewajiban untuk memanfaatkannya adalah pihak Kecamatan, Kelurahan dan pengelola (KSM Sawai Lestari), demikian pula untuk melakukan sosialisasi dan lain-lain," ujar Sulastri, dihubungi Selasa (18/07/2023) sore.
Sulastri menjelaskan, anggaran untuk pembangunan TPS3R Sawai Lestari tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) KLHK tahun 2019 sebesar Rp400 juta-an.
"Setelah dibangun oleh DAK KLHK, pembinaan dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kapuas Hulu setiap enam bulan sekali," jelas Sulastri.
Dijelaskannya lebih lanjut, dari hasil pembinaan oleh pihaknya pada bulan Juni 2023 lalu, sebanyak 10 TPS3R yang ada di Kapuas Hulu tidak berjalan optimal karena kendala biaya operasional, dimana pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Selain itu, juga tidak ada pembeli maupun pengepul barang-barang bekas di Kapuas Hulu sehingga botol plastik, kertas karton, kaleng dan barang-barang yang memiliki nilai jual, tidak ada pembelinya sehingga menumpuk di TPS3R dan akhirnya menjadi sampah.
"Tak hanya itu, permasalahannya juga karena tidak adanya tenaga kerja, sebab tidak semua orang mau bekerja di sampah, sehingga susah mencari tenaga kerja, sementara sampah yang dikelola semakin banyak. Selain itu, juga selama TPS3R dibangun, KSM tidak pernah diberikan pelatihan tata cara penggunaan alat yang ada, sehingga mereka kebingungan untuk menggunakan alat yang ada tersebut," terang Sulastri.
Dikatakan Sulastri, terkait kendala yang dialami oleh pengelola, pihaknya telah melakukan berbagai langkah untuk mendapatkan solusi, diantaranya mencari pengepul maupun pembeli barang-barang bekas, sehingga ditemukan salah satu pengepul di Kapuas Hulu yang bersedia membeli, dan Nomor Handphone-nya pun sudah pihaknya kirim ke Group TPS3R Dinas Lingkungan Hidup.
"Kita juga telah berkoordinasi dengan bank sampah Kota Pontianak untuk melakukan pembelian barang-barang bekas, baik botol, kardus, kaleng dan lain-lain yang ada nilai jualnya, namun masih menunggu keputusan dari bank sampah Kota Pontianak, apakah mereka jadi atau tidak untuk membeli," tuturnya.
Menurut Sulastri, kalau dikelola dengan baik, TPS3R merupakan bisnis yang sangat menjanjikan, karena sampah-sampah yang dikumpulkan dari rumah-rumah warga dipilah-pilah terlebih dahulu, baik sampah plastik, kaleng maupun kardus, yang kemudian bisa dijual untuk menambah pemasukan.
"Contohnya TPS3R Putussibau Selatan, sampai saat ini masih berjalan, walaupun keuntungan dari pemasukan tidak banyak, namun masih bisa membayar gaji dan operasional lainnya, makanya di kota-kota besar, bisnis TPS3R ini benar-benar maju karena dikelola dengan baik dan tergantung lagi ke pengelolanya, aktif atau tidak," sebutnya.
Terkait anggaran operasional, Sulastri memaparkan bahwa anggaran diperoleh dari retribusi sampah yang mereka ambil dari rumah-rumah, misalnya pelanggan mereka bayar Rp10 ribu per bulan, sehingga tinggal dikalikan saja jumlah pelanggan dan biaya yang dibayar pelanggan.
"Bisa juga Desa atau Kelurahan membantu sharing dana ke mereka, misalnya untuk gaji petugas pengumpul sampah yang ke rumah-rumah dari pendapatan retribusi tersebut dihitung untuk operasional, misalnya biaya bahan bakar minyak berapa, untuk gaji petugas pengangkut sampah berapa, untuk bayar listrik berapa, dan lain-lain," ulasnya.
Sulastri kembali menjelaskan, dengan adanya TPS3R tersebut, pihaknya sangat terbantu dalam masalah persampahan di Kapuas Hulu. Ia berharap semua desa yang ada di Kapuas Hulu bisa mendapatkan program TPS3R.
"Dengan keterbatasan kami saat ini, kami berharap kegiatan TPS3R ini terus berlanjut karena sangat membantu kami dalam pengelolaan sampah, khususnya di ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu ini," harapnya.
Adapun untuk lokasi pembangunan TPS3R yang dikeluhkan oleh beberapa warga masyarakat sekitar karena didirikan di dekat permukiman penduduk, bukan merupakan kewenangannya, sebab lokasi pembangunan berdasarkan usulan dari pihak Desa/Kelurahan, bukan ditentukan oleh Dinas Lingkungan Hidup setempat, dimana Dinas Lingkungan Hidup maupun PUPR, membangun atau mendirikan bangunan (tempat) berdasarkan usulan masyarakat.
"Semua sarana Pemerintah yang akan dibangun di Desa atau di Kelurahan, atas usulan pihak Desa atau Kelurahan, karena Pemerintah tidak mau terjadi komplain seperti ini di kemudian hari," tegasnya.
Sedangkan terkait polusi, khususnya polusi bau, Sulastri menambahkan bahwa konsep TPS3R adalah Reduce, Reuse dan Recycle, dimana sampah organik sisa makanan harusnya dikelola oleh masing-masing rumah tangga menjadi pupuk atau menjadi makanan ternak, tidak dibuang ke TPS3R.
"Kalau Sampah botol plastik, kaleng, kardus dijual dan bisa dipakai kembali sehingga sebenarnya di TPS3R tidak ada bau karena sampah-sampah yang menumpuk adalah sampah-sampah kering yang tidak menimbulkan bau," ungkap Sulastri.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2021 hingga ke depannya, untuk pembangunan TPS3R, tidak lagi di Dinas Lingkungan Hidup, namun di Dinas PUPR, dimana anggarannya pada tahun 2021 ke atas sebesar Rp600 - 700 juta-an per satu unit bangunan, termasuk dengan sarana pendukungnya berupa mesin pencacah plastik, tossa, timbangan sampah dan lain-lain, yang berbeda dengan tahun sebelumnya yakni sebesar Rp400 juta -an dimana anggarannya dipangkas karena Pandemi COVID-19. (Noto)
Tidak ada komentar