SBSI 1992 Datangi Disnakertrans Kapuas Hulu Pertanyakan Nasib 38 Korban PHK PT PGM
Dalam pertemuan tersebut, Lusminto Dewa didampingi oleh Ketua MPD SBSI 1992 Kalimantan Barat dan Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) SBSI 1992 Kabupaten Kapuas Hulu, Natalis. Selain itu, ia juga didampingi oleh Beta Sulata, yang merupakan perwakilan dari 38 korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Persada Graha Mandiri (PGM) KHLE Penai, yang beroperasi di Desa Bukit Penai Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu.
Lusminto Dewa mengatakan, pertemuan tersebut dilakukan untuk mengetahui (mempertanyakan) hasil tindak lanjut dari Tim Pembina Pembangunan Perkebunan Kabupaten (TP3K) Kapuas Hulu, yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kapuas Hulu, Drs. H. Mohd Zaini, M.M, pada saat melakukan pemanggilan dan pertemuan dengan pihak PT. PGM, pada Senin, 10 Juli 2023 lalu, di Putussibau.
"Kami menemui Ibu Roslin, selaku Kadisnakertrans Kabupaten Kapuas Hulu, untuk mengetahui tindak lanjut dari TP3K yang dipimpin Sekda Kabupaten Kapuas Hulu pada saat melakukan pemanggilan dan pertemuan dengan pihak PT. PGM pada tanggal 10 Juli 2023 lalu. Karena, 38 korban PHK ingin mendengar langsung dari Kadisnakertrans sebagai bagian penting dari TP3K, atas apa dan bagaimana tindak lanjutnya," ujar Lusminto Dewa, kepada awak media, Selasa (25/07/2023).
Dijelaskan Dewa, berdasarkan keterangan dari Kadisnakertrans Kabupaten Kapuas Hulu, menyatakan bahwa poin pertemuan TP3K dengan pihak PT. PGM beberapa hari lalu itu, yakni berupa kajian dan telaah, atas laporan korban PHK kepada TP3K, dimana pengkajian maupun telaah tersebut yang dialami dan dibuat oleh masing-masing pihak, baik dari pihak korban PHK maupun dari PT. PGM, yang disampaikan kepada TP3K Kapuas Hulu.
"Hanya saja, hasil pengkajian atau telaah tersebut, belum ditandatangani oleh Ketua TP3K atau pun mungkin juga oleh Bupati Kapuas Hulu, karena masih sibuk," kata Lusminto Dewa menirukan paparan dari Kadisnakertrans Kabupaten Kapuas Hulu.
Dikatakannya lebih lanjut, hasil kajian tersebut, akan dikirim ke pihak perusahaan (PT. PGM) dan kepada SBSI 1992, dimana hasil kajian TP3K yang akan pihaknya terima (SBSI 1992) misalnya, apakah SBSI 1992 setuju atau tidak, kata Dia, teknisnya menyusul.
Menurut Lusminto Dewa, penjelasan Kadisnakertrans Kabupaten Kapuas Hulu atas upaya TP3K untuk menengahi kisruh korban PHK oleh PT PGM tersebut, cukup memuaskan SBSI 1992.
Meskipun, lanjut Dewa, dalam pertemuan antara pihak perusahaan dengan TP3K beberapa hari lalu, pihak perusahaan mengklaim bahwa PHK terhadap para karyawan tersebut sudah sesuai aturan, dengan memberikan hak-hak karyawan.
"Bagi kami SBSI 1992. klaim perusahaan sudah tidak heran lagi, pastinya perusahaan paling benar, namun apakah faktanya demikian yang dialami oleh karyawan, kan tidak. Itu hanya sebatas klaim dan itu merupakan hak dari perusahaan," tutur Dewa.
Dewa menegaskan bahwa pihak perusahaan diduga menjebak karyawannya dengan sedemikian rupa, agar bersedia di-PHK.
"Kami menduga bahwa pihak perusahaan telah menyiapkan terlebih dahulu administrasi PHK karyawannya dengan rapi, baru kemudian menghubungi atau menyambangi dan memanggil karyawan satu persatu ke kantor untuk dimintai tanda tangan. Ini fakta yang dialami karyawan berdasarkan pengakuan mereka kepada SBSI 1992 dan mereka bersumpah bahwa tidak pernah diberikan yang namanya sosialisasi PHK terlebih dahulu oleh pihak perusahaan apalagi penjelasan terkait alasan mengapa PHK itu terjadi," ulas Dewa.
Namun, jelas Dewa, terkait penyampaian (klarifikasi) dari pihak perusahaan kepada TP3K Kapuas Hulu atas keputusan PHK terhadap para karyawan tersebut, menyatakan bahwa pihak perusahaan seolah tidak berdosa.
"Jadi, sehubungan dengan Kadisnakertrans Kabupaten Kapuas Hulu sudah menjelaskan kepada kami langkah yang diambil TP3K setelah mengkaji atau menganalisa duduk masalahnya, maka kami masih disuruh sabar untuk menunggu," terang Dewa
Dewa mengatakan, dirinya sangat setuju atas langkah-langkah TP3K Kapuas Hulu, sehingga ia mempercayakan sepenuhnya persoalan tersebut kepada TP3K Kapuas Hulu.
"Lain halnya apabila pihak perusahaan mengabaikan saran dari TP3K, maka mungkin saja para korban PHK menuntut pihak perusahaan dengan cara lain untuk membuktikan klaimnya sudah benar terkait proses PHK yang dilakukannya," ungkap Lusminto Dewa.
"Memang, Ibu Roslin tidak membocorkan kepada kami saran apa yang terbaik yang dimaksud, tapi kami meyakini bahwa TP3K pasti sudah mengetahui nasib 38 korban PHK yang mayoritas kaum ibu rumah tangga yang kini kehidupannya miskin dan kesulitan mencari pekerjaan setelah mereka di-PHK," timpal Lusminto Dewa.
Sementara itu, Kadisnakertrans Kabupaten Kapuas Hulu, Elisabet Roslin, membenarkan bahwa dirinya telah ditemui (didatangi) di kantornya oleh Ketua MPD SBSI 1992, Jesman Sianturi dan Ketua DPD SBSI 1992 Provinsi Kalimantan Barat, Lusminto Dewa beserta Ketua DPC SBSI 1992 Kabupaten Kapuas Hulu, Natalis dan Beta Sulata, yang merupakan perwakilan dari 38 korban PHK, yang dilakukan oleh PT. PGM KHLE Penai.
"Iya benar pak, kedatangan mereka koordinasi saja," singkat Elisabet Roslin, dihubungi via pesan WhatsApp, Selasa (25/07/2023) malam.
"Saat ini saya dalam perjalanan ke luar kota, sinyal hilang datang pak, maaf belum bisa telponan," tambah Elisabet Roslin.
Sebagaimana diketahui, dalam pertemuan antara TP3K Kapuas Hulu dengan PT. PGM pada 10 Juli 2023 lalu, pihak perusahaan menyampaikan klarifikasi terkait pemberhentian atau PHK para karyawannya, yang berjumlah 38 orang itu.
"TP3K Kapuas Hulu telah meminta klarifikasi dari pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit P.T. PGM, terkait PHK 38 karyawannya, dimana dari dokumen dan data yang telah mereka sampaikan, akan kita rapatkan kembali dengan tim, untuk mengambil suatu kesepakatan setelah mendapat petunjuk atau arahan dari Bupati Kapuas Hulu," ujar Sekda, yang juga selaku Ketua TP3K Kapuas Hulu itu, Senin (10/07/2023) lalu.
Adapun klarifikasi yang disampaikan oleh pihak PT. PGM tersebut, berawal ketika sebelumnya Ketua DPC SBSI 1992 Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang serta Ketua MPD dan Ketua DPD SBSI 1992 Provinsi Kalimantan Barat beserta 38 korban PHK oleh PT. PGM KHLE Penai, Kecamatan Silat Hilir tahun 2021 - 2022, menggelar audensi ke Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, dalam hal ini kepada TP3K Kapuas Hulu, pada Senin (12/06/2023) lalu, dimana audensi tersebut dilakukan dalam rangka menyampaikan (menuntut) sejumlah hal-hal yang dialami oleh 38 buruh, yang diduga merupakan korban PHK secara sepihak, yang dilakukan oleh PT. PGM, khususnya terkait hak-hak PHK para buruh tersebut, diantaranya pembayaran pesangon, Tunjangan Hari Raya (THR) dan Jaminan Hari Tua (JHT).
Sedangkan dalam klarifikasinya kala itu, pihak PT. PGM, melalui Manager PT. PGM, Aris Darmadi, mengatakan bahwa PT. PGM selalu tunduk dan patuh terhadap peraturan perundangan yang berlaku. termasuk dalam mengelola ketenagakerjaan.
"Hak-hak para karyawan telah kami penuhi pembayarannya sesuai perjanjian bersama, sehingga dengan demikian secara hukum, terhadap 36 dari 38 karyawan tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap," demikian salah satu statement Manager PT. PGM, Aris Darmadi, yang dimuat di sejumlah media online kala itu.
Dikatakan Aris, menyangkut adanya dua karyawan yang bernama Beta Sulata dan Emelia Simin, masih diselesaikan permasalahan hubungan kerjanya.
"Kami telah melakukan upaya-upaya agar permasalahan ini dapat terselesaikan dengan baik, dimana pihak perusahaan telah melakukan upaya penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial di Pontianak, agar permasalahan ini dapat memiliki kepastian hukum dan tidak berlarut-larut," tutur Aris Darmadi.
Ditemui terpisah satu hari sebelumnya, Ketua MPD SBSI 1992 Kalimantan Barat, Jesman Sianturi, sangat menyayangkan statement dari pihak PT. PGM, dalam penyampaian klarifikasinya, yang ia ketahui di beberapa media online, dimana ia menilai bahwa pihak perusahaan tidak terbuka dalam menyampaikan klarifikasi, sehingga seakan-akan pihak SBSI 1992 yang tidak benar menyampaikan keluhan (tuntutan) para karyawan yang di-PHK tersebut.
"Harusnya dalam forum tersebut, ada keterbukaan dari pihak perusahaan dalam menyampaikan klarifikasi kepada pemerintah terkait prosedur PHK dan pemberian hak-hak terhadap korban PHK. Jadi, logika berpikirnya tidak mungkin dong perusahaan merekrut seseorang untuk bekerja tanpa ada syarat, KTP misalnya, sehingga mestinya demikian pula terkait pemberhentiannya, harus memenuhi syarat (sesuai prosedur), bukan dengan cara sewenang-wenang. Itu yang kita mau," tegas Jesman Sianturi. (Noto)
Tidak ada komentar