Warga Sungai Uluk Palin Kapuas Hulu Sebut Ratusan Hektare Hutan Adat di Wilayahnya Dibabat
Pembabatan kayu di hutan adat Kapuas Hulu. |
Sepengetahuannya, perambahan hutan tersebut tidak ada izin pemanfaatan kayu namun berbagai jenis kayu, mulai dari kayu kelas satu hingga kelas dua, habis dibabat.
Hal tersebut ia ketahui setelah pihaknya, yang berjumlah sekitar 40 orang, turun langsung ke lokasi. Ia menyebut bahwa di lokasi tampak pembalakan liar terjadi secara besar-besaran.
Atas hal itu, pihaknya mengadakan sidang adat di kantor desa setempat, dengan mengundang sang pengusaha yang memfasilitasi aktivitas pembalakan liar di hutan tersebut, yang diklaim sebagai hutan adat desa setempat namun pihak desa tidak mendapat income sepeser pun dari aktivitas pembalakan liar tersebut.
Dalam sidang tersebut, pihak adat menawarkan opsi kepada pengusaha Rp500 ribu per tunggal (per batang/pohon), namun pihak pengusaha tidak menyanggupi, yang disanggupi hanya sebatas pelanggaran pembabatan hutan yang nominalnya hanya Rp5 ribu per balok (fee) untuk pihak desa dan adat.
"Sampai sekarang belum ada penyelesaian terkait masalah tersebut," kata Jantan, beberapa hari lalu.
Ia menjelaskan, luas hutan yang telah dibabat tersebut sekitar 250 hektare.
"Hutan yang dibabat ini statusnya hutan adat. Mereka bekerja sudah sekitar dua tahun," jelasnya.
Terkait penjualan hasil kayu tersebut, ia tidak mengetahuinya secara pasti namun ia menduga bahwa dijual ke luar daerah Kapuas Hulu.
"Mungkin dijual ke Pontianak," duganya.
Menurutnya, kasus tersebut telah dilaporkan ke pihak aparat penegak hukum yakni ke Polres Kapuas Hulu.
"Sebelumnya kita membentuk tim lapangan untuk mengecek semua kayu-kayu tersebut, sehingga masalah ini sampai lah ke ranah hukum," bebernya.
Ia menambahkan, para karyawan yang bekerja, baik yang menebang maupun yang mengangkut kayu di hutan tersebut merupakan warga Kabupaten Sambas.
"Jumlahnya belasan orang. Semua dari Sambas (karyawan)," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sungai Uluk Palin, Petrus Dawin, menyatakan bahwa dalam menyikapi permasalahan tersebut, pihaknya sudah melakukan mediasi dengan pihak pengusaha, di mana sang pengusaha dipanggil dan ia pun memenuhi panggilan sehingga dilakukanlah proses sidang di kantor desa setempat.
"Selaku Kepala Desa, saya tidak punya hak untuk mengizinkan aktivitas perambahan hutan tersebut karena itu merupakan wilayah adat, dan tentunya melanggar hukum" tegasnya.
Menurutnya, selama dua tahun aktivitas pembalakan liar tersebut berlangsung, pihak desa tidak mengetahui. Diketahui baru-baru ini sehingga pihaknya membentuk tim untuk melakukan pengecekan ke lokasi.
"Ke depannya jangan sampai ada lagi permasalahan serupa seperti ini. Semoga permasalahan ini dapat segera diselesaikan. Jangan sampai berlarut-larut," harapnya.
Ia juga membenarkan masalah tersebut sudah sampai ke ranah hukum.
"Berdasarkan informasi yang saya terima bahwa kasus ini sudah naik ke Polres Kapuas Hulu. Kemarin kami empat orang ada diminta pihak Polres Kapuas Hulu untuk datang. Tapi pas chat dengan saya tidak ada jaringan (sinyal), sehingga kami tidak datang. Mungkin Senin ini," ungkapnya. (Nt)
Tidak ada komentar